PENGERTIAN MAULID NABI & SEJARAHNYA

Cgkata: Secara etimologis, Maulid Nabi Muhammad Saw bermakna (hari), tempat atau waktu kelahiran Nabi yakni peringatan hari lahir Nabi Muhammad Saw. Secara terminologi, Maulid Nabi adalah sebuah upacara keagamaan yang diadakan kaum muslimin untuk memperingati kelahiran Rasulullah Saw. Hal itu diadakan dengan harapan menumbuhkan rasa cinta pada Rasululllah Saw. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad Saw wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Rasulullah Muhammad Saw, dengan cara menyanjung Nabi, mengenang, memuliakan dan mengikuti perilaku yang terpuji dari diri Rasulullah Saw.


Al-Qasthalani sebagaimana dikutip oleh Ja'far Murtadha al-Amaly berkata, “Selama umat Islam masih melakukan perayaan peringatan Maulid Nabi dan melaksanakan pesta-pesta, memberikan sedekah pada malam itu dengan berbagai macam kebaikan, menampakkan kebahagiaan, menambahkan perbuatan yang baik, melaksanakan pembacaan sejarah Maulid Nabi, dan memperlihatkan bahwa Maulid tersebut men-datangkan berkah kepada mereka dengan keutamaan yang bersifat universal… sampai pada perkataannya.


Lebih lanjut ia berkata, “…maka Allah pasti mem-berikan rahmat pada seseorang yang mengadakan perayaan Maulid tersebut sebagai hari besar, dan bila penyakit hatinya bertambah, ia akan menjadi obat yang dapat melenyapkannya.”


Ibn al-Hajj dalam bukunya al-Madkhal, yang dikutip oleh Ja'far Murtadha al-Amaly, menggambarkannya secara ekstrim. Ia menentang keras anggapan bid‟ah, atau penurut hawa nafsu, bagi orang yang mengadakan peringatan Maulid. Menurutnya bahwa sekalipun para penyanyi dengan alat-alat musiknya yang diharamkan turut meramaikan peringatan maulid, maka Allah tetap memberikan pahala, karena tujuannya yang baik.


Ibnu Ubaid dalam karyanya Rasailuhu al-Kubra sebagaimana dikutip oleh Ja'far Murtadha al-Amaly menggambarkan sebagai berikut: “Peringatan Maulid adalah salah satu hari besar dari sekian banyak hari besar lainnya. Dengan semua yang dikerjakan pada waktu itu, karena merupakan ungkapan dari rasa senang dan gembira karena adanya hari besar tersebut, dengan memakai baju baru, mengendarai kendaraan yang baik, adalah masalah mubah (yang dibolehkan) tak seorangpun yang menentangnya.”


Selanjutnya, Ibnu hajar sebagaimana dikutip oleh Ja'far Murtadha al-Amaly berkata, “Apa saja yang dikerjakan pada Maulud itu, dengan mencari pemahaman arti syukur kepada Allah, membaca al- Qur‟an, sejarah hidup Nabi, makan-makanan, bersedekah, menyanyikan sesuatu yang bersifat pujian kepada Nabi dan kezuhudannya, dan kalaulah hal itu diikuti dengan permainan-permainan yang diperbolehkan, maka tentu hukumnya peringatan itu mubah, dengan tetap tidak mengurangi nilai kesenangan pada hari itu. Hal itu tidak dilarang dan perlu di teruskan. tapi kalau diikuti dengan hal-hal yang diharamkan atau dimakruhkan, maka dilarang. Begitulah apa yang menjadi perbedaan dengan yang pertama.”

https://cgkata.blogspot.com/



SEJARAH MAULID NABI MUHAMMAD SAW

Kegiatan Maulid Nabi belum dilaksanakan pada zaman Nabi, tetapi pekerjaan itu dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya secara umum. Walaupun tidak ada nash yang nyata tetapi secara tersirat Allah dan Rasul-Nya menyuruh kaum muslimin untuk merayakan suatu hari yang menjadi peringatan-peringatan seperti Maulid Nabi, Isra' Mi'raj, Nuzulul Qur'an, tahun baru Islam, hari Asyura' dan lain-lain.


Dalil hari peringatan

Di antara 40 dalil yang menjadi dasar Maulid Nabi antara lain:


1) Hadits Riwayat Bukhari Muslim. Dalam hadits tersebut mengatakan Rasulullah SAW mendatangi kota Madinah, lalu didapatinya orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura. Maka beliau pun bertanya kepada mereka, “Hari apakah ini, hingga kalian berpuasa?” mereka menjawab, “Hari ini adalah hari yang agung, hari ketika Allah memenangkan Musa dan Kaumnya, dan menenggelamkan Fir'aun serta kaumnya. Karena itu, Musa puasa setiap hari itu untuk menyatakan syukur, maka kami pun melakukannya.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Kami lebih berhak dan lebih pantas untuk memuliakan Musa daripada kalian.” kemudian beliau pun berpuasa dan memerintahkan kaum puasa di hari itu. (HR. Bukhari Muslim)


Al-Hafid Ibnu Hajar al-Asqalani yaitu pengarang Syarh Shahih Bukhari yang bernama Fatkhul Bari’ mengatakan bahwa dari hadis tersebut dapat dipetik hukum:
  • Umat Islam dibolehkan bahkan dianjurkan agar memperingati harihari bersejarah, hari-hari yang dianggap besar seperti Maulid Nabi, Isra' Mi'raj dan lain-lain.
  • Nabi pun memperingati hari karamnya Fir'aun dan bebasnya Musa dengan melakukan puasa Asyura sebagai rasa syukur atas hapusnya yang bathil dan tegaknya yang hak.



2) Al-Qur'an surat al-A'raf ayat 157. Selanjutnya dalil yang berkaitan dengan Maulid Nabi sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah Swt surat al-A'raf ayat 157 yang artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. al-A'raf: 157)


Dalam ayat ini dinyatakan dengan tegas bahwa orang yang memuliakan Nabi Muhammad Saw, adalah orang yang beruntung. Merayakan Maulid Nabi termasuk dalam rangka memuliakannya. Ayat di atas sangat umum dan luas. Artinya, apa saja yang dikerjakan kalau diniatkan untuk memuliakan Nabi maka akan mendapat pahala. Yang dikecualikan ialah kalau memuliakan Nabi dengan suatu yang setelah nyata haramnya dilarang oleh Nabi seperti merayakan Maulid Nabi dengan judi, mabuk-mabukan dan lain sebagainya.


Dalam catatan sejarah Agama Islam, Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak, pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138 H-1193 M). Adapula yang berpendapat bahwa idenya sendiri justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem.


Fakta yang sesungguhnya dari kehidupan Rasulullah Saw menegaskan bahwa tidak ada riwayat yang menyebutkan beliau pada tiap ulang tahun kelahirannya melakukan ritual tertentu. Bahkan para sahabat beliaupun tidak pernah kita baca dalam sejarah pernah mengadakan ihtifal (seremoni) secara khusus setiap tahun untuk mewujudkan kegembiraan karena memperingati kelahiran Nabi Saw. Bahkan upacara secara khusus untuk merayakan ritual maulid Nabi Saw juga tidak pernah kita dari generasi tabi'in hingga generasi salaf selanjutnya.


Perayaan seperti ini secara fakta memang tidak pernah diajarkan, tidak pernah dicontohkan dan juga tidak pernah dianjurkan oleh Rasulullah Saw, para shahabat bahkan para ulama salaf di masa selanjutnya. Perayaan mauled Nabi Saw secara khusus baru dilakukan di kemudian hari, dan ada banyak versi tentang siapa yang memulai tradisi ini. Sebagian mengatakan bahwa Shalahuddin al-Ayyubi yang mula-mula melakukannya, sebagai reaksi atas perayaan natal umat Nasrani. Karena saat itu di Palestina, umat Islam dan Nasrani hidup berdampingan. Sehingga terjadi interaksi yang majemuk dan melahirkan berbagai pengaruh satu sama lain.


Versi lain menyatakan bahwa perayaan maulid ini dimulai pada masa dinasti Daulah Fatimiyyah di Mesir pada akhir abad keempat hijriyah. Hal itu seperti yang ditulis pada kitab al-A'yad wa atsaruha alal Muslimin oleh Sulaiman bin Salim as-Suhaimi. Disebutkan bahwa para khalifah Bani Fatimiyyah mengadakan perayaan-perayaan setiap tahunnya, di antaranya adalah perayaan tahun baru, Asyura, maulid Nabi Saw bahwa termasuk maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husein serta maulid Fatimah dan lain-lainnya. Versi lainnya lagi menyebutkan bahwa perayaan maulid dimulai tahun 604 H oleh Malik Mudaffar Abu Sa'id Kukburi.


Tradisi Perayaan di Indonesia

Masyarakat muslim di Indonesia umumnya menyambut maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan, seperti: pembacaan shalawat Nabi, pembacaan syair Barzanji dan pengajian.


Menurut penanggalan Jawa bulan Rabiul Awal disebut bulan Mulud, dan acara Muludan juga dirayakan dengan perayaan dan permainan gamelan Sekaten. Sebagian masyarakat muslim Sunni dan Syiah di dunia merayakan Maulid Nabi. Muslim Sunni merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awal sedangkan muslim Syiah merayakannya pada tanggal 17 Rabiul Awal, yang juga bertepatan dengan ulang tahun Imam Syiah yang keenam, yaitu Imam Ja'far ash-Shadiq.


Belum didapatkan keterangan yang memuaskan mengenai bagaimana perayaan maulid masuk ke Indonesia. Namun terdapat indikasi bahwa orang-orang Arab Yaman yang banyak datang di wilayah ini adalah yang memperkenalkannya, disamping pendakwah-pendakwah dari Kurdistan. Ini dapat dilihat dalam kenyataan bahwa sampai saat ini banyak keturunan mereka maupun syaikh-syaikh mereka yang mempertahankan tradisi perayaan maulid. Di samping dua penulis kenamaan kitab Maulid berasal dari Yaman (al-Diba'i) dan dari Kurdistan (al-Barzanji), yang jelas kedua penulis tersebut mendasarkan dirinya sebagai keturunan Rasulullah, sebagaimana terlihat dalam kasidah-kasidahnya.


Dapat dipahami bahwa tradisi keagaman perayaan maulid merupakan salah satu sarana penyebaran Islam di Indonesia, Islam tidak mungkin dapat tersebar dan diterima masyarakat luas di Indonesia, jika saja proses penyebarannya tidak melibatkan tradisi keagamaan. Yang jelas terdapat fakta yang kuat bahwa tradisi perayaan maulid merupakan salah satu ciri kaum muslim tradisional di Indonesia. Dan umumnya dilakukan oleh kalangan sufi. Maka dari segi ini dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa masuknya perayaan maulid bersamaan dengan proses masuknya Islam ke Indonesia yang dibawa oleh pendakwah yang umumnya merupakan kaum sufi. Hal itu dilakukan karena dasar pandangan ahl al-sunnah wa al-jama’ah, corak Islam yang mendominasi warna Islam Indonesia, lebih fleksibel dan toleran dibanding dengan kelompok lain.


Maulid Nabi, Isra Miraj dan Nuzulul Quran diperingati oleh umat Islam adalah dalam rangka untuk menumbuhkan kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW. Semakin banyak kita mengumandangkan sholawat-sholawat Nabi, maka akan semakin besar rasa cinta kita kepada Rasulullah, lalu apa perbedaan kedua peristiwa tersebut.


PERBEDAAN MULID NABI & ISRA MIRAJ NABI MUHAMMAD SAW

Maulid Nabi adalah peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah di Kota Mekah. Sengankan Isra & Miraj adalah peringatan hari perjalanan Nabi Muhammad bertemu Allah dari Masjidil Haram di Kota Mekah ke Masjidil Aqsa di kota Yerusalem, kemudian dilanjut lagi ke Sidratul Muntaha (langit ke tujuh). Jadi sangat jelas bahwa kedua peristiwa bersejarah kenabian tersebut berbeda.

Baca:


Perbedaan lainnya adalah bahwa Maulid Nabi diperingati pada tanggal 12 Rabiul Awal, sedangkan Isra Miraj diperingati pada tanggal 27 Rajab tahun Hijriah dalam Kalender Islam.

Post a Comment for "PENGERTIAN MAULID NABI & SEJARAHNYA"