10 Puisi tentang Pahlawan dari Penyair Ternama, Penuh Makna!

10 Puisi tentang Pahlawan dari Penyair Ternama, Penuh Makna!


Ungkapkan rasa cinta terhadap Pahlawan Nasional melalui kumpulan puisi yang penuh makna dari penyair ternama berikut!


Setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada para pejuang maupun pahlawan. Selain berdoa hingga mengunjungi makamnya langsung, seseorang juga bisa mengekspresikan rasa terima kasihnya dengan membaca puisi tentang pahlawan.


Puisi sendiri adalah salah satu bentuk karya sastra sebagai media ekspresi dalam tulisan. Biasanya para penulis akan menulis puisi dengan berbagai tema, mulai dari percintaan, alam, hingga pendidikan dengan makna-makna simbolis.


Terdapat banyak puisi pendek mulai dari 2 bait hingga 4 bait yang bisa kamu baca dan menyampaikan ucapan untuk berterima kasih Pahlawan. Untuk kamu yang ingin membaca puisi tentang pahlawan, simak kumpulan puisi berikut!

Baca Juga: Daftar Puisi Cinta: Bikin Luluh Hati Cinta Sejati

Kumpulan Puisi tentang Pahlawan

Tema Kemerdekaan Republik Indonesia.
Sumber Gambar: Logo HUT RI ke 77


Selain untuk dinikmati sendiri, puisi tentang pahlawan berikut juga juga cocok untuk dibacakan anak SD untuk tugas sekolah. Berikut adalah kumpulan puisi tentang pahlawan yang dari penyair-penyair ternama:


1. Karawang Bekasi - Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi

Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan mendegap hati?


Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan,
Atau tidak untuk apa-apa

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi


2. Diponegoro - Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
Maju

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju

Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.


3. Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang - W.S. Rendra

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu

Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku

4. Lagu dari Pasukan Terakhir - Asrul Sani

Pada tapal terakhir sampai ke Jogja
bimbang telah datang pada nyala
langit telah tergantung suram
kata-kata berantukan pada arti sendiri

Bimbang telah datang pada nyala
dan cinta tanah air akan berupa
peluru dalam darah
serta nilai yang bertebaran sepanjang masa
bertanya akan kesudahan ujian
mati atau tiada mati-matinya

O Jenderal, bapa, bapa,
tiadakan engkau hendak berkata untuk kesekian kali
ataukah suatu kehilangan keyakinan
hanya kanan tetap tinggal pada tidak-sempurna
dan nanti tulisan yang telah diperbuat sementara
akan hilang ditiup angin, karena
ia berdiam di pasir kering

O Jenderal, kami yang kini akan mati
tiada lagi dapat melihat kelabu
laut renangan Indonesia.

O Jenderal, kami yang kini akan jadi
tanah, pasir, batu dan air
kami cinta kepada bumi ini

Ah, mengapa pada hari-hari sekarang, matahari
sangsi akan rupanya, dan tiada pasti pada cahaya
yang akan dikirim ke bumi

Jenderal, mari Jenderal
mari jalan di muka
mari kita hilangkan sengketa ucapan
dan dendam kehendak pada cacat-keyakinan
engkau bersama kami, engkau bersama kami

Mari kita tinggalkan ibu kita
mari kita biarkan istri dan kekasih mendoa
mari Jenderal mari
sekali ini derajat orang pencari dalam bahaya
mari Jenderal mari Jenderal mari, mari…


5. Maju Tak Gentar - Mustofa Bisri (Gus Mus)

Maju tak gentar
Membela yang mungkar.
Maju tak gentar
Hak orang diserang.

Maju tak gentar
Pasti kita menang!

Baca Juga: Deretan Puisi Tentang Guru yang Singkat namun Menyentuh


6. Musium Perjuangan - Kuntowijoyo

Susunan batu yang bulat bentuknya
berdiri kukuh menjaga senapan tua
peluru menggeletak di atas meja
menanti putusan pengunjungnya.

Aku tahu sudah, di dalamnya
tersimpan darah dan air mata kekasih
Aku tahu sudah, di bawahnya
terkubur kenangan dan impian

Aku tahu sudah, suatu kali
ibu-ibu direnggut cintanya
dan tak pernah kembali

Bukalah tutupnya
senapan akan kembali berbunyi
meneriakkan semboyan
Merdeka atau Mati.

Ingatlah, sesudah sebuah perang
selalu pertempuran yang baru
melawan dirimu.


7. Lagu Seorang Geriliya - W.S. Rendra

Engkau melayang jauh, kekasihku
Engkau mandi cahaya matahari

Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka.

Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
engkau berkudung selendang katun di kepalamu

Engkau menjadi suatu keindahan

Sementara dari jauh,
Resimen tank penindas terdengar menderu.
Malam bermandi cahaya matahari,
kehijauan menyelimuti medan perang yang membara.

Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku,
engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu.

Peluruku habis
dan darah muncrat dari dadaku.
Maka di saat seperti itu,
kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam berjuang membela rakyat jelata


8. Dongeng Pahlawan - W.S. Rendra

Pahlawan telah berperang dengan panji-panji
berkuda terbang dan menangkan putri.
Pahlawan kita adalah lembu jantan
melindungi padang dan kaum perempuan.

Pahlawan melangkah dengan baju-baju sutra.
Malam tiba, angin tiba, ia pun tiba pula.
Adikku lanang, senyumlah bila bangun pagi-pagi
karna pahlawan telah berkunjung di tiap hati.


9. Prajurit Jaga Malam - Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya

Kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu…
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!


10. Pahlawan - Mustofa Bisri (Gus Mus)

Lahir. Hilang. Gugur. Hidup. Mengalir. Sudah.

Baca Juga: Daftar Puisi tentang Ayah Karangan Penyair Terkenal Indonesia


Itu dia Sobat-Cgkata kumpulan puisi tentang pahlawan dari penyair ternama yang bisa kamu baca dan menyampaikan ucapan untuk berterima kasih pahlawan.


Untuk kamu yang ingin menulis puisi, kamu bisa menemukan referensi tulisan sastra dan karya tulis singkat terbaik dan terbaru di Cgkata.blogspot.com! Jangan lewatkan juga contoh pepatah, syair, maupun kata bijaksana lainnya. dan tentunya dengan terus kunjungi blog ini untuk temukan Ensiklopedia yang terupdate!


Penulis: Nana

Post a Comment for "10 Puisi tentang Pahlawan dari Penyair Ternama, Penuh Makna!"