Pandangan Durkheim tentang Masyarakat dan Solidaritas Sosial
1. Definisi Masyarakat menurut Durkheim
Durkheim melihat masyarakat sebagai wadah yang paling sempurna bagi kehidupan bersama antar manusia, sesuatu yang berada di atas segala-galanya. Ia bersifat menetukan dalam perkembangannya. Hal-hal yang paling dalam pada jiwa manusia pun berada di luar diri manusia sebagai individu, misalnya kepercayaan keagamaan, kategori alam pikir, kehendak, bahkan hasrat untuk bunuh diri. Hal-hal tersebut bersifat sosial dan terletak dalam masyarakat (Muhni, 1994: 28).Durkheim mengajukan suatu kategori fakta dengan sifat-sifat khas yang jelas, yaitu cara-cara bertindak, berfikir, dan merasa, yang semuanya berada diluar individu dan memiliki kekuatan menguasai, dengan demikian dapat mengatur individu. Cara-cara berfikir ini tidak dapat disamakan dengan gejala biologis karena mereka terdiri atas pemikiran dan tindakan-tindakan, dan juga tidak dapat dikacaukan dengan gejala psikologis yang hanya terjadi dalam dan melalui kesadaran individual. Dengan demikian, mereka membentuk suatu jenis gejala baru dan dengan itu istilah “sosial” hanya dapat dikenakan pada mereka ini.
Istilah ini sangat tepat bagi kenyataan tersebut dan sudah jelas karena sumbernya bukan si individu, strata dasarnya tidak dapat tidak adalah kehidupan bersama, mungkin juga sebagian dari kehidupan bersama itu sebagai suatu golongan yang mencakup antara lain golongan keagamaan, sastrawan dan sebagainya (Muhni, 1994: 29).
Selanjutnya Durkheim sampai pada suatu definisi tentang kenyataan sosial yang mencakup seluruh rangkaian kenyataan: “suatu kenyataan sosial adalah seluruh cara bertindak yang ditentukan maupun tidak, yang memiliki kemampuan menguasai individu dengan tekanan eksternal, atau setiap cara bertindak yang umum suatu masyarakat, namun pada saaat yang sama berada mandiri bebas dari manifestasi individual”. Durkheim menyebut fakta sosial dengan istilah Latin ”sui generis” yang berarti “unik” untuk menjelaskan bahwa fakta sosial memiliki karakter unik yang tidak bisa direduksi menjadi sebatas kesadaran individual (Ritzer dan Goodman, 2010: 81).
Durkheim membedakan fakta sosial sebagai yang material dan yang nonmaterial. Baginya, fakta sosial material seperti gaya arsiktektur, bentuk teknologi, dan hukum dan perundang-undangan relatif mudah dipahami, dan sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuat yang sama-sama berada di luar individu dan memaksa mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut sebagai fakta sosial nonmaterial. Dengan kata lain, nilai dan norma, atau budaya dikategorikan sebagai fakta sosial nonmaterial tersebut. Fakta sosial ini menyangkut bagian luar diri individu dan mengendalikan individu dalam masyarakat. Ia terwujud dari tindakan-tindakan individu untuk membentuk masyarakat tersebut, namun yang tidak terikat kepada tindakan-tindakan individu (Ritzer dan Goodman, 2010: 83).
Masyarakat merupakan sumber dan dasar dari segala-galanya yang di dalamnya individu sama sekali tidak mempunyai arti dan kedudukan, hal-hal seperti kejahatan, sakit jiwa, kesusilaan, kompetisi, ekonomi, undang-undang dan sebagainya, semuanya diterangkan berdasarkan prioritas masyarakat. Masyarakt itu ada tidak tergantung pada anggota-anggota, melainkan terdiri sebagai suatu struktur adat istiadat, kepercayaan, sebagai suatu lingkungan hidup terorganisasi.
Sebagaimana tampak dengan jelas setiap individu itu lahir dan hidup dalam satu lingkungan, berbicara satu bahasa, memiliki satu lembaga dan tanpa persetujuan si individu sejak waktu yang sangat dini dalam hidupnya, lingkungan telah membentuknya dan memaksanya mengikuti arah tertentu.
Demikianlah masyarakat itu telah hadir disana, ia bukan sesuatu yang abstrak, melainkan sesuatu yang nyata ada dan ditandaskan oleh istilah konkret yang mengikat misalnya bahasa, susunan kelembagaan dan simbol-simbol sperti bendera, lagu kebangsaan ataupun seorang pemimpin (Muhni, 1994: 32-33).
Dalam buku The Division of Labor In Society, Durkheim menyebutkan bahwa ada dua bentuk mayarakat, yaitu masyarakat sederhana dan masyarakat modern. Yang menjadikan keduanya berbeda adalah “fungsi dari pembagian kerja”. Fungsi pembagian kerja dalam masyarakat sederhana bersifat mekanis, sedangkan fungsi pembagian kerja dalam masyarakat modern bersifat organik.
Fungsi pembagian kerja dalam masyarakat sederhana bersifat mekanik, karena kenyataan yang disebabkan faktor individu yang mempunyai hubungan pekerjaan yang sama, seperti pertanian dan mereka berbagi pengalaman yang sama dan akhirnya memiliki nilai yang sama artinya bahwa mereka hidup dengan usaha mencukupi kebutuhan sendiri dan dengan pekerjaan yang sama. Sedangkan
pembagian kerja dalam masyarakat modern bersifat organik tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. Pembagian kerja memang menjadi tuntutan ekonomi yang merusak solidaritas sosial, akan tetapi Durkheim berpendapat bahwa fungsi ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting jika dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya. Maka fungsi sesungguhnya dari pembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas antara dua orang atau lebih (Ritzer dan Goodman, 2010: 89).
2. Solidaritas Sosial menurut Durkheim
Durkheim mengatakan bahwa masyarakat merupakan hasil dari sebuah kebersamaan yang disebut dengan solidaritas sosial, yaitu satu keadaan hubungan antara individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama (Johnson, 1988:181). Perubahan dalam pembagian kerja memiliki implikasi yang sangat besar bagi struktur masyarakat. Durkheim sangat tertarik dengan perubahan cara dimana solidaritas sosial terbentuk, dengan kata lain, perubahan cara-cara masyarakat bertahan dan bagaimana anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian yang utuh. Untuk menyimpulkan perbedaan ini, Durkheim membagi solidaritas sosial menjadi dua, yaitu solidaritas mekanis dan organis.Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis adalah menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat seperti ini terjadi karena mereka terlibat dalam aktivitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sedangkan masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis adalah bertahan bersama justru dengan perbedaan yang ada di dalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-beda (Ritzer dan Goodman, 2010: 90-91).
Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dalam masyarakat primitif memiliki kesadaran kolektif lebih kuat yang melingkupi seluruh masyarakat dan seluruh anggotanya, dia sangat diyakini, sangat rigid, dan isinya sangat bersifat religius, yaitu pemahaman, norma dan kepercayaan bersama. Peningkatan pembagian kerja menyebabkan menyusutnya kesadaran kolektif. Masyarakat modern lebih mungkin bertahan bersama dengan pembagian kerja dan membutuhkan fungsi-fungsi yang dimiliki orang lain daripada bertahan dengan kesadaran kolektif bersama dan kuat. Kesadaran kolektif dibatasi pada sebagian kelompok, tidak dirasakan terlalu mengikat, kurang rigid, dan isinya adalah kepentingan individu yang lebih tinggi daripada pedoman moral. Oleh karena itu, meskipun masyarakat organis memiliki kesadaran kolektif, namun dia adalah bentuk yang lemah yang tidak memungkinkan terjadinya perbedaan individual (Ritzer dan Goodman, 2010: 92).
Solidaritas mekanik merupakan dasar kohesi sosial, di sana tingkat perorangan sangat rendah, karena setiap individu merupakan satu mikrokosmos yang bersifat kolektif, maka setiap anggota masyarakat semacam ini kesempatan untuk mengembangkan sifat kepribadian khusus sangat terbatas. Artinya bahwa solidaritas ini telah diperkuat oleh disiplin suatu komunitas berdasarkan kebersamaan moral dan sosial. Dalam rangka seperti ini, tradisi sangat berkuasa, individualisme sama sekali tidak ada dan keadilan ditujukan kepada tunduknya individu kepada kehidupan bersama karena solidaritas ini lahir dari kesamaan-kesamaan yang ada dalam diri anggota masyarakat, ia timbul dari kenyataan bahwa sejumlah keadaan kesadaran dimiliki bersama oleh semua anggota masyarakat itu (Muhni, 1994:33). Dominasi kolektivitas terhadap perorangan terlihat dalam hukuman-hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang yang menyimpang dari aturan-aturan atau kode-kode tingkah laku yang ditetapkan oleh kesadaran kolektif.
Durkheim lebih lanjut mengkaji perbedaan antara hukum dalam masyarakat solidaritas mekanis yang ditandai oleh masyarakat sederhana dan hukum dalam masyarakat solidaritas organis yang ditandai oleh masyarakat modern. Masyarakat solidaritas mekanis yang ditandai oleh masyarakat sederhana dibentuk oleh hukum represif (menekan), karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain dan arena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran terhadap sistem nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu, karena setiap orang dapat merasakan pelanggaran itu dan sama-sama meyakini moralitas bersama, maka pelanggaran tersebut akan dihukum atas pelanggarannya terhadap sistem moral kolektif. Sedangkan masyarakat solidaritas organik yang ditandai oleh masyarakat modern dibentuk oleh hukum restitutif, dimana seseorang yang melanggar mesti melakukan restitusi untuk kejahatan mereka. Dalam masyarakat seperti ini, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau segmen tertentu dari masyarakat dan bukannya terhadap sistem moral itu sendiri, karena kurangnya moral bersama kebanyakan orang tidak melakukan reaksi secara emosional terhadap pelanggaran hukum (Ritzer dan Goodman, 2010: 93-94).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tentang masyarakat tradisional dengan solidaritas mekanik, maupun masyarakat modern dengan solidaritas organik, mempunyai eksistensi masing-masing yang berhubungan dengan fakta sosial yang terjadi dalam masyarakat-masyarakat tersebut, yaitu yang menyangkut bagian luar diri individu dan mengendalikan individu dalam masyarakat-masyarakat tersebut. Fakta sosial itu terwujud dari tindakan-tindakan individu untuk membentuk masyarakat tersebut, yang turut mengendalikan individu dalam membentuk masyarakat-masyarakat itu melalui eksistensinya masing-masing.
Fakta sosial itu pula yang mengikatkan adanya kesadaran kolektif masyarakat terhadap pemberian hukuman atau sanksi dari suatu keadaan yang menyimpang dari apa yang telah diputuskan dan yang ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tersebut. Masyarakat tradisional dengan bentuk solidaritas mekanik memiliki aturan-aturan kolektif yang mengatur bagaimana mereka berperilaku dengan hukum represif. Masyarakat modern dengan bentuk solidaritas organik memiliki peraturan-peraturan dan sanksi-sanksi restitutif (restitutive sanctions). Maka, dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern, kelangsungan hidup perorangan maupun kelangsungan hidup masyarakat dalam kesadaran kolektif itu tergantung pada fakta sosial, yang berhubungan langsung dengan peraturan-peraturan dan sanksi-sanksi tersebut, dimana dengan penerapan dari peraturan-peraturan dan sanksi-sanksi tersebut terwujud solidaritas-solidaritas sosial, karena masing-masing konsisten dengan apa yang telah diputuskan dan yang ditentukan oleh masyarakat tersebut.
Baca posts 31 Quotes Emile Durkheim Tentang Masyarakat, Penuh dengan Kata-Kata Bijak yang Bermakna
Dengan posts penjelasan tersebut semoga sahabat cgkata.blogspot.com dapat mengertia apa itu definisi Masyarakat & Solidaritas Sosial menurut Emile Durkheim sesuai dengan pangangannya.***
Post a Comment for "Pandangan Durkheim tentang Masyarakat & Solidaritas Sosial"