Cgkata: Sejarah Hari Ibu Nasional. cgkata.blogspot.com - Ibu Nasional Indonesia adalah periode para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan di tahun yang sama dengan Sumpah Pemuda (1928). Organisasi perempuan sendiri sebenarnya sudah bermula sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain. Pada tanggal 22-25 Desember 1928 organisasi-organisasi perempuan mengadakan kongres pertamanya di Yogyakarta, dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera, dan membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Dilaksanakannya kongres ini bertujuan untuk mempersatukan cita-cita dan usaha memajukan perempuan Indonesia dan menggabungkan organisasi-organisasi perempuan Indonesia dalam suatu badan federasi yang demokratis tanpa memandang latar belakang agama, politik, dan kedudukan sosial dalam masyarakat.
Baca: INILAH KUMPULAN KATA MUTIARA DAN UCAPAN SELAMAT HARI IBU 2021-2022
Hari Ibu Nasional yang jatuh pada tanggal 22 Desember ditiap tahunnya, sebenarnya merupakan hari Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Ibu Nasional yang merupakan perjuangan para pahlawan wanita bangsa Indonesia yang bertujuan untuk mempersatukan cita-cita dan usaha memajukan perempuan Indonesia dan menggabungkan organisasi-organisasi perempuan Indonesia dalam suatu badan federasi yang demokratis tanpa memandang latar belakang agama, politik, dan kedudukan sosial dalam masyarakat.
Baca: KATA UCAPAN SELAMAT HARI KEBANGKITAN NASIONAL TERBARU
Politik etis ini telah memberikan peranan yang baik dalam pendidikan dan meningkatkan pendidikan umum untuk rakyat. Melalui politik etis, pemerintah Hindia Belanda memberikan kesempatan kepada penduduk bumiputera untuk memperoleh fasilitas pendidikan. Namun, yang lebih mendapatkan pendidikan adalah kaum laki-laki, sedangkan kaum perempuan mendapatkan diskriminasi dan keterbatasan untuk memperoleh akses pendidikan.
Akses pendidikan pada masa pemerintahan kolonial Belanda dibagi dalam lapisan kelas sosial masyarakat yaitu lapisan atas dan lapisan bawah. Lapisan atas diperuntukkan kalangan aristokrat atau keturunan bangsawan, sedangkan lapisan bawah diperuntukkan rakyat jelata.
Dengan adanya diskriminasi dan keterbatasan pendidikan tersebut, menjadikan perempuan bangkit untuk memperoleh fasilitas pendidikan.
Sebelum diberlakukannya politik etis, kondisi perempuan Indonesia belum sepenuhnya sejahtera dalam mengenyam pendidikan, sehingga kedudukan sosialnya pun juga belum sepenuhnya mendapat perlakuan yang sama dalam kehidupan bermasyarakat.
Perempuan lebih cenderung berada dalam wilayah domestik, bahkan sering disebut sebagai perabot dapur. Sungguh, suatu kondisi yang masih sangat jauh dari kemajuan, Ki Hajar Dewantara (dalam Soekarno, 1963:58)
Baca: KATA UCAPAN SELAMAT HARI PEREMPUAN TERBARU
Kaum perempuan pada masa kolonial Belanda juga belum mendapatkan hak yang sama dalam bidang politik dan hak pilih. Bahkan, kaum perempuan dipaksa untuk menikah usia dini.
Pada masa ini, perempuan dianggap sebagai makhluk kelas dua, artinya kedudukan perempuan-perempuan Indonesia berada di bawah kedudukan kaum laki-laki. Munculnya politik etis, dengan salah satu kebijakannya yaitu dalam memperluas bidang pendidikan, menimbulkan perubahan di kalangan rakyat Indonesia terutama perubahan pada kaum perempuan.
Adat istiadat juga yang menghalangi anak-anak perempuan untuk mendapatkan pengajaran atau pendidikan. Anak-anak perempuan banyak yang tidak boleh keluar rumah dan hanya berdiam diri di dalam rumah.
Melihat kondisi perempuan yang menyedihkan dan mendapatkan diskriminasi, maka timbullah cita-cita kaum perempuan untuk bangkit mendapatkan dan memperjuangkan hak pendidikannya, yaitu melalui kesadaran untuk berorganisasi, dengan cara membentuk organisasi-organisasi perempuan Indonesia. Organisasi-organisasi tersebut bertujuan sama, memberi pendidikan bagi wanita-wanita pribumi untuk menjadi cerdas, terampil dan mandiri. Organisasi-organisasi pada masa ini bersifat umum dan sukarela, dalam arti bahwa kaum perempuan pada umumnya asal memenuhi syarat umur, kewarganegaraan dan menyetujui tujuan organisasi dapat menjadi anggota atas permintaan sendiri. (Suryocondro:1984:130).
Tulisan cgkata mengenai organisasi, tentu saja tidak lepas dari perjuangan pahlawan-pahlawan perempuan sebelumnya, yang mengantarkan kepada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai sekarang ini.
Pada Zaman kolonial Belanda banyak dikenal perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain. Perempuan-perempuan tersebut berjuang melawan Belanda dengan memanggul senjata untuk mengusir penjajah dari Bumi Indonesia. Kemudian juga dikenal tokoh pejuang emansipasi perempuan, antara lain R.A Kartini, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyi. H. Achmad Dahlan yang berjuang dalam bidang pendidikan untuk memajukan kaum perempuan.
Baca: KATA UCAPAN SELAMAT HARI KARTINI TERBARU
Setelah itu, banyak organisasi-organisasi perempuan yang muncul seperti Pawijatan Wanito di Magelang (1915), “PIKAT” – Percintaan Ibu Kepada Anak Temurun di Manado (1917), Purborini di Tegal (1917), Aisyiah di Yogyakarta (1917), Wanito Soesilo di Pemalang (1918), Wanito Hadi di Jepara (1919), Wanito Moeljo di Yogyakarta (1920) (Suryocondro,1984:85).
Kesadaran Nasional yang bangkit pada awal abad ke-20 telah meluas pada kaum perempuan, tidak saja di pulau Jawa tetapi juga di Sumatera, Sulawesi, Ambon dan ain-lain. Timbul bagian perempuan dari organisasi atau partai yang telah ada.
Organisasi-organisasi perempuan Nasional yang berkembang sebelum tahun 1920 telah menekankan perjuangannya pada perbaikan kedudukan sosial dalam perkawinan, keluarga, peningkatan kecakapan sebagai ibu, pemegang rumah tangga dengan jalan pendidikan dan pengajaran serta peningkatan keterampilan khusus perempuan.
Sesudah tahun 1920, jumlah organisasi perempuan bertambah banyak. Kesediaan kaum perempuan untuk terlibat dalam kegiatan organisasi lebih meningkat dan kecakapan bertindak dalam organisasi pun bertambah maju. Hampir di semua tempat yang penting ada perkumpulan perempuan. Hal ini disebabkan karena kesempatan belajar yang makin berkembang ke bawah, sehingga jumlah perempuan yang mampu beraksi juga bertambah luas dan tidak lagi terbatas pada lapisan atas saja. (Kowani,1986:43).
Kongres ini berhasil merumuskan tujuan mempersatukan cita-cita dan usaha memajukan wanita Indonesia. Selain itu juga, memutuskan untuk mendirikan gabungan atau federasi perkumpulan wanita bernama Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI).
PPI mengalami perubahan nama beberapa kali, pada tahun 1929 menjadi Perikatan Perkoempoelan Isteri Indonesia (PPII). Kongres PPII tahun 1930 di Surabaya memutuskan bahwa “Kongres berasaskan Kebangsaan Indonesia, menjunjung kewanitaan, meneguhkan imannya” karena itu tujuan pergerakan wanita Indonesia, selain untuk memperjuangkan perbaikan derajat kedudukan wanita, juga memperjuangkan kemerdekaan, mempertahankan serta mengisinya dengan pembangunan bangsa dan negara. Hal itulah yang membedakan perjuangan emansipasi wanita Indonesia dengan emansipasi di luar negeri. Pada tahun 1935, PPII berganti nama menjadi Kongres Perempoean Indonesia dan pada tahun 1946 menjadi Kongres Wanita Indonesia disingkat KOWANI sampai saat ini.
Sebelum kemerdekaan Kongres Perempuan ikut terlibat dalam pergerakan internasional dan perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Tahun 1973 Kowani menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW). ICW berkedudukan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa.
Peristiwa besar dalam sejarah nasional yang terjadi pada tanggal 22 Desember tersebut kemudian dijadikan tonggak sejarah bagi kesatuan pergerakan wanita Indonesia.
Baca: KATA UCAPAN SELAMAT HARI SUMPEH PEMUDA TERBARU
Baca: INILAH KUMPULAN KATA MUTIARA DAN UCAPAN SELAMAT HARI IBU 2021-2022
Hari Ibu Nasional yang jatuh pada tanggal 22 Desember ditiap tahunnya, sebenarnya merupakan hari Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Ibu Nasional yang merupakan perjuangan para pahlawan wanita bangsa Indonesia yang bertujuan untuk mempersatukan cita-cita dan usaha memajukan perempuan Indonesia dan menggabungkan organisasi-organisasi perempuan Indonesia dalam suatu badan federasi yang demokratis tanpa memandang latar belakang agama, politik, dan kedudukan sosial dalam masyarakat.
Perjuangan Organisasi Perempuan Indonesia
Permulaan abad 20 merupakan masa kebangkitan nasional bangsa Indonesia. Salah satunya karena dampak dari politik etis yang diberlakukan oleh Belanda. Politik etis atau “Ethische Politik“ merupakan kebijaksanaan yang muncul atas dasar pengaruh beberapa orang Belanda yang menunjukkan adanya “eeresschuld“ (hutang budi) negeri Belanda terhadap jajahannya yang telah sekian lama memberi keuntungan. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari politik etis ini, yaitu dengan adanya peningkatan kesejahteraan di Indonesia pada bidang edukasi atau lazimnya disebut pendidikan (Suryochodro,1984:70).Baca: KATA UCAPAN SELAMAT HARI KEBANGKITAN NASIONAL TERBARU
Politik etis ini telah memberikan peranan yang baik dalam pendidikan dan meningkatkan pendidikan umum untuk rakyat. Melalui politik etis, pemerintah Hindia Belanda memberikan kesempatan kepada penduduk bumiputera untuk memperoleh fasilitas pendidikan. Namun, yang lebih mendapatkan pendidikan adalah kaum laki-laki, sedangkan kaum perempuan mendapatkan diskriminasi dan keterbatasan untuk memperoleh akses pendidikan.
Akses pendidikan pada masa pemerintahan kolonial Belanda dibagi dalam lapisan kelas sosial masyarakat yaitu lapisan atas dan lapisan bawah. Lapisan atas diperuntukkan kalangan aristokrat atau keturunan bangsawan, sedangkan lapisan bawah diperuntukkan rakyat jelata.
Dengan adanya diskriminasi dan keterbatasan pendidikan tersebut, menjadikan perempuan bangkit untuk memperoleh fasilitas pendidikan.
Sebelum diberlakukannya politik etis, kondisi perempuan Indonesia belum sepenuhnya sejahtera dalam mengenyam pendidikan, sehingga kedudukan sosialnya pun juga belum sepenuhnya mendapat perlakuan yang sama dalam kehidupan bermasyarakat.
Perempuan lebih cenderung berada dalam wilayah domestik, bahkan sering disebut sebagai perabot dapur. Sungguh, suatu kondisi yang masih sangat jauh dari kemajuan, Ki Hajar Dewantara (dalam Soekarno, 1963:58)
Baca: KATA UCAPAN SELAMAT HARI PEREMPUAN TERBARU
Kaum perempuan pada masa kolonial Belanda juga belum mendapatkan hak yang sama dalam bidang politik dan hak pilih. Bahkan, kaum perempuan dipaksa untuk menikah usia dini.
Pada masa ini, perempuan dianggap sebagai makhluk kelas dua, artinya kedudukan perempuan-perempuan Indonesia berada di bawah kedudukan kaum laki-laki. Munculnya politik etis, dengan salah satu kebijakannya yaitu dalam memperluas bidang pendidikan, menimbulkan perubahan di kalangan rakyat Indonesia terutama perubahan pada kaum perempuan.
Adat istiadat juga yang menghalangi anak-anak perempuan untuk mendapatkan pengajaran atau pendidikan. Anak-anak perempuan banyak yang tidak boleh keluar rumah dan hanya berdiam diri di dalam rumah.
Melihat kondisi perempuan yang menyedihkan dan mendapatkan diskriminasi, maka timbullah cita-cita kaum perempuan untuk bangkit mendapatkan dan memperjuangkan hak pendidikannya, yaitu melalui kesadaran untuk berorganisasi, dengan cara membentuk organisasi-organisasi perempuan Indonesia. Organisasi-organisasi tersebut bertujuan sama, memberi pendidikan bagi wanita-wanita pribumi untuk menjadi cerdas, terampil dan mandiri. Organisasi-organisasi pada masa ini bersifat umum dan sukarela, dalam arti bahwa kaum perempuan pada umumnya asal memenuhi syarat umur, kewarganegaraan dan menyetujui tujuan organisasi dapat menjadi anggota atas permintaan sendiri. (Suryocondro:1984:130).
Tulisan cgkata mengenai organisasi, tentu saja tidak lepas dari perjuangan pahlawan-pahlawan perempuan sebelumnya, yang mengantarkan kepada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai sekarang ini.
Pada Zaman kolonial Belanda banyak dikenal perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain. Perempuan-perempuan tersebut berjuang melawan Belanda dengan memanggul senjata untuk mengusir penjajah dari Bumi Indonesia. Kemudian juga dikenal tokoh pejuang emansipasi perempuan, antara lain R.A Kartini, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyi. H. Achmad Dahlan yang berjuang dalam bidang pendidikan untuk memajukan kaum perempuan.
Inspirator Perjuangan Perempuan Indonesia Ibu Kartini
Tulisan cgkata mengenai soal pendidikan, maka tidak dapat dilupakan jasa-jasa Kartini, yang paling terkenal di antara semua pejuang perempuan tersebut. Kartini merupakan inspirator bagi perempuan Indonesia untuk bangkit memperoleh hak pendidikan. Pemikirannya yang aneh dan menyalahi adat pada jamannnya saat itu, justru menjadi tonggak sejarah bangkitnya Perjuangan Perempuan Indonesia dalam mengalahkan tirani dan penindasan terhadap dirinya. Perempuan-perempuan Indonesia dengan diberi pendidikan, maka akan lebih cakap menunaikan tugas utamanya sebagai pendidik pertama dari manusia. Di samping diberi pelajaran membaca, menulis, menghitung dan lain sebagainya, kaum perempuan juga diberi keterampilan sehingga nantinya menjadikan perempuan dapat bersikap mandiri. (Fauzie,1993:87).Baca: KATA UCAPAN SELAMAT HARI KARTINI TERBARU
Organisasi Perempuan Nasional lahir atas Prakarsa Boedi Oetomo
Atas prakarsa Boedi Oetomo, maka dalam tahun 1912 didirikan perkumpulan perempuan yang pertama di Jakarta yang dinamakan “Poetri Mardika”. Tujuan perkumpulan ini adalah memberi bantuan, bimbingan dan penerangan kepada gadis pribumi dalam usaha menuntut pelajaran, memberi kesempatan kepada kaum perempuan untuk bertindak di luar rumah tangga dan menyatakan pendapatnya di muka umum, berusaha menghilangkan rasa rendah pada perempuan dan meninggikan derajatnya sehingga setingkat dengan kaum laki-laki.Setelah itu, banyak organisasi-organisasi perempuan yang muncul seperti Pawijatan Wanito di Magelang (1915), “PIKAT” – Percintaan Ibu Kepada Anak Temurun di Manado (1917), Purborini di Tegal (1917), Aisyiah di Yogyakarta (1917), Wanito Soesilo di Pemalang (1918), Wanito Hadi di Jepara (1919), Wanito Moeljo di Yogyakarta (1920) (Suryocondro,1984:85).
Kesadaran Nasional yang bangkit pada awal abad ke-20 telah meluas pada kaum perempuan, tidak saja di pulau Jawa tetapi juga di Sumatera, Sulawesi, Ambon dan ain-lain. Timbul bagian perempuan dari organisasi atau partai yang telah ada.
Organisasi-organisasi perempuan Nasional yang berkembang sebelum tahun 1920 telah menekankan perjuangannya pada perbaikan kedudukan sosial dalam perkawinan, keluarga, peningkatan kecakapan sebagai ibu, pemegang rumah tangga dengan jalan pendidikan dan pengajaran serta peningkatan keterampilan khusus perempuan.
Sesudah tahun 1920, jumlah organisasi perempuan bertambah banyak. Kesediaan kaum perempuan untuk terlibat dalam kegiatan organisasi lebih meningkat dan kecakapan bertindak dalam organisasi pun bertambah maju. Hampir di semua tempat yang penting ada perkumpulan perempuan. Hal ini disebabkan karena kesempatan belajar yang makin berkembang ke bawah, sehingga jumlah perempuan yang mampu beraksi juga bertambah luas dan tidak lagi terbatas pada lapisan atas saja. (Kowani,1986:43).
Berdirinya Kongres Wanita Indonesia (Kowani)
Kongres Wanita Indonesia atau disingkat Kowani adalah federasi dari organisasi kemasyarakatan wanita Indonesia sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam lingkup nasional. Kowani didirikan pada tahun 1928 berlokasi di Jakarta, ibu kota Indonesia.Kongres ini berhasil merumuskan tujuan mempersatukan cita-cita dan usaha memajukan wanita Indonesia. Selain itu juga, memutuskan untuk mendirikan gabungan atau federasi perkumpulan wanita bernama Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI).
PPI mengalami perubahan nama beberapa kali, pada tahun 1929 menjadi Perikatan Perkoempoelan Isteri Indonesia (PPII). Kongres PPII tahun 1930 di Surabaya memutuskan bahwa “Kongres berasaskan Kebangsaan Indonesia, menjunjung kewanitaan, meneguhkan imannya” karena itu tujuan pergerakan wanita Indonesia, selain untuk memperjuangkan perbaikan derajat kedudukan wanita, juga memperjuangkan kemerdekaan, mempertahankan serta mengisinya dengan pembangunan bangsa dan negara. Hal itulah yang membedakan perjuangan emansipasi wanita Indonesia dengan emansipasi di luar negeri. Pada tahun 1935, PPII berganti nama menjadi Kongres Perempoean Indonesia dan pada tahun 1946 menjadi Kongres Wanita Indonesia disingkat KOWANI sampai saat ini.
Sebelum kemerdekaan Kongres Perempuan ikut terlibat dalam pergerakan internasional dan perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Tahun 1973 Kowani menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW). ICW berkedudukan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa.
Kongres Pemuda membakar semangat pergerakan Wanita Indonesia
Sumpah persatuan dan kesatuan yang diikrarkan dalam Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 membakar semangat pergerakan wanita Indonesia untuk menyelenggarakan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama pada tanggal 22 Desember 1928 di Yogyakarta. Tema pokok Kongres adalah menggalang persatuan dan kesatuan antara organisasi wanita Indonesia yang pada waktu itu masih bergerak sendiri-sendiri. Kongres ini telah berhasil membentuk badan federasi organisasi wanita yang mandiri dengan nama “Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia” disingkat PPPI.Peristiwa besar dalam sejarah nasional yang terjadi pada tanggal 22 Desember tersebut kemudian dijadikan tonggak sejarah bagi kesatuan pergerakan wanita Indonesia.
Baca: KATA UCAPAN SELAMAT HARI SUMPEH PEMUDA TERBARU
Post a Comment for "SEJARAH HARI IBU NASIONAL"